Selasa, 01 Juli 2014

KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA





HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA ( HIMPSI)
KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

MUKADIMAH

Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, ilmuan psikologi dan psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuan Psikologi dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta jasa/ praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/ praktik tersebut atau pihak yang menjadi objek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.

Tuntutan kebebasan dalam menyelidiki dan mengkomunikasikan hasil kegiatan di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa dan praktik psikologi, maka hasil konsultasi dan publikasinya harus dapat dipahami oleh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dengan penuh tanggung jawab.Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional sesuai dengan bidangnya sangat terikat dan memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat serta masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pemikiran tersebut, selanjutnya dirumuskan menjadi KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA, sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan selaku  Psikolog dan Imuwan Psikologi di Indonesia.





BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

a)      ILMUAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional ( SK Mendikbud No.18/D/O/1993) untuk berpendidikan program akademik
 ( Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 ( S2) dan Strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan S1 diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuan psikologi yang tergolong criteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA
b)      PSIKOLOG dlah sarjana psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 ( S1) dengan kurikulum lama ( system paket murni) perguruan tinggi negeri ( PTN); atau system kredit semester ( SKS) PTN; atau kurikulum nasional  ( SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik ( Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama perguruan tinggi swsta (PTS) yang sudah mengikuti ujian Negara sarjana psikologi; atau pendiikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi ( Dikti) Departemen Pendiikan Nasional ( Depdiknas RI) . sarjana psikologi dengan criteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hokum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut criteria ini jug dikenl dan disebut sebagi PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi Sarjana Psikologi yang tergolong criteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c)      JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atu kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan ilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikn, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.
d)      PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilkukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan maslah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, DAN PSIKOTERAPI.
e)      PEMAKAI JAS PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi atau institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sbutan KLIEN.

Pasal 2
TaANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog mengutamakan kompetensi, obyektifitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian sert menyadari konsekuensi tindakannya.

Pasal 3
BATAS KEILMUAN

Ilmuan Pskologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas- batas ilmu psikologi dan keterbatasan keilmuannya.

Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nili moral yang berlaku dalam masyarakat.
b)      Ilmuan Psikologi dan Pskolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra ilmuan Psikologi dan Psikolog serta profesi Psikolog.

BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL

Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog wajib menghrgai, menghormati dan menjaga hak- hak serta nama bak rekan profesinya yaitu sejawat akademisi keilmuan Psikologi/psikolog.
b)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
d)      Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang diluar batas kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.

Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau praktikpsikologi oleh orang lain atau pihak lain yang tidak tidak memiliki  kompetensi dan kewenangan.

BAB III
PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI

Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/ KEWENANGAN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog hanya memberikan jasa/praktik psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan terapan keahlian ilmun psikologi dan psikolog.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib memberikan jasa/praktik psikologi wajib menghormati hak-hak lembaga / organisasi atau institusi tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendiikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya

Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/ praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, ilmuan psikologi dan psikolog berkewajiban untuk :
a)      Mengutamakan dasar-dasar professional.
b)      Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.
c)      Melindungi klien ata pemakai jasa dari akibat yang merugukan  sebgai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
d)      Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkat dalam pemberian pelayanan tersebut.
e)      Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena dampk negative yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukn oleh ilmuan psikologi dan psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Pasal 9
ASAS KESEDIAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/ praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik psikologi.

Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi  hanya boleh dilakukan oleh psikolog berdasarkan kompeteni dan kewenangan.

Pasal 11
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengn memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Pasal 12
KERAHASIAAN DATA DAN HASIL PEMERIKSAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh ilmuan psikologi dan psikologi dalam rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib memenuh hal-hal sebagai berikut:
a)      Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dengan tujuan pemberian jasa / praktik psikologi.
b)      Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak-pihak yang secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
c)      Dapat dikomunikasikan dengan bijaksna secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
d)      Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain  atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
e)      Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan.

Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS PADA PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang dimilikinya pada pembuatan laporan secara tertulis, psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

BAB IV
PERNYATAAN

Pasal 14
PERNYATAAN

a)      Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/ penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum melalui erbagai jalur media baik lisan maupun tertulis, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidk bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang diberika ilmuan psikologi dan psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secra benar.
b)      Dalam melakukan publikasi keahliannya, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, wajar, dan jujur dengan memerhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi

BAB V
KARYA CIPTA

Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN DAN PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak itelektual yang berlaku.
a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN SARANA PENGUKURAN PSIKOLOGIK

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga institusi/ organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, kepemilikan,penggunaan , penguasaan, sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur sendiri.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran  agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap kode etik psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam anggara dasar, anggaran rumah tangga himpunan psikologi Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik psikologi di Indonesia.


Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
a)      Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi di Indonesia oleh ilmuan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan member kesempatan membela diri
b)      Apabila terdapat masalah etka dalam pembrian jasa/praktik psikologiyang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia, aka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk  membahas dan merumuskannya , kemudian disahkan dalam kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan dimana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b)      Apabila ilmuan psikologi atau  psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.

BAB VII
PENUTUP

Kode etik psikologi di Indonesia ini disertai lampiran , yaitu pedomanpelaksanaan dank ode etik psikologi Indonesia. Lampiran tersebut tidak terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi kode etik psikologi Indonesia.


Ditetapkan  di     : Bandung
Pada tanggal      : 22 oktober 2000
Kongres VIII Himpunan Psikologi Indonesia

sumber: http://egiatigan.blogspot.com/ 

Selasa, 17 Juni 2014

Interpretasi Tes Psikologi

TES PSIKOLOGI

  1. A.    Pengertian Tes Psikologis

Kata Tes berasal dari bahasa latin,testum artinya alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa prancis kuno kata tes artinya ukuran yang digunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang lain. Tetapi lama kelamaan arti tes menjadi lebih umum dalam psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J.M Cattell pada tahun 1890 namun sampai sekarang belum ada keseragaman para ahli mengenai pengertian apakah tes itu.

  1. Anne anastasi (1990) menrumuskan :A Psychological test essentially an objective and standardized measure of a sampel of behavior.
  2. Lee J.Cronbach (1984) merumuskan :A Testis a systematic procedure for comparing the behavior of two or more person
  3. Peters & shetzer (1974) merumuskan tes sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi tingkah laku oindividu dan menggambarkan tingkah laku itu melalui skala angka atau system kategori.
  4. Philip L. Harriman (1963) merumuskan tes adalah ….. any task (or series of task) that yield a score which may be compared score made by other individuals. Sedangkan
  5. Soemadi soeryabrata (1984) merumuskan bahwa tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan yang berdasar atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu,penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standard atau testi yang lain.                      B.     Syarat-syarat tes psikologis yang baik

Tes sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat berfungsi secara baik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

  1. Valid

Valid berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid,apabila tes tersebut benar-benar dapt mengukur atau member gambaran tentang apa yang diukur. Misalnya jika tes itu tes intelegensi individu dan bukan memberikan keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai mata pelajaran di sekolah. 

  1. Reliabel

Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes lebih dari satu kali. Karena itu di dalam reabilitas menyangkut persoalan stabilitas dari hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada 3 hal yang turut berpengaruh terhadap stabilitas hasil sesuatu tes yaitu:alat pengukur itu sendiri,testi dan tester.

  1. Distandardisasikan

Standarisasi suatu tes bertujuan supaya setiap testi mendapat perlakuan yang benar-benar sama,sehingga dengan demikian suatu testi yang dites mendapat perlakuan yang sama. Mengapa demikian,karena skor yang dicapai hanya mempunyai arti apabila dibandingkan satu sama lain. Ada 4 hal yang perlu distandarisasikan yaitu materi tes,penyelenggaran tes,scoring tes dan interpretasi hasil testing.

  1. Objektif

Suatu tes dikatakan objektif apabila pendapat tau pertimbangan tester tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing.

  1. Diksriminatif

Suatu tes dikatakan diskriminatif bila mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang kecil darisifat-sifat atau factor-faktor tertentu dari individu individu yang berbeda-beda.

  1. Komprehensif

Tes komprehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus menyelidiki banyak hal misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam bahan ujian tertentu,maka tes yang cukup komprehensif akan mampu mengungkapkan pengetahuan testi mengenai hal yang dipelajari,juga hal yang mencegah dorongan berspekulasi.

  1. Mudah digunakan

Dalam hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus mudah menggunakannya,sebab walaupun semua syarat yang telah disebutkan diatas terpenuhi oleh suatu tes akan tetapi tes tersebut suka menggunakannya maka tes itu tetap mempunyai kelemahan ,sebab tes itu adalah suatu alat yang nilainya sangat tergantung pada kegunaaanya.

 

  1. C.    Klasifikasi Tes Psikologis

Tes sangat banyak macamnya sehingga untuk mendapatkan orientasi yang baik mengenai tes perlu dilakukan klasifikasi. Untuk membuat klasifikasi tes hendaklah ditinjau dari beberapa segi.

  1. Bila ditinjau dari banyaknya orang yang dites,dibedakan atas:
    1. Tes individual adalah jenis tes yang hanya dapat melayani untuk seseorang individu saja dalam satu waktu.contohnya test WISC dan WAIS
    2. Tes kelompok adalah tes yang dapat melayani sekelompok testi dalam suatu waktu. Tes kelompok ini lebih ekonomis jika dibandingkan dengan tes individual sebab dalam waktu singkatdapat diperoleh banyak individu yang dites contonya adalah ulangan-ulangan yang diberikan oleh guru,tes standar progresif matriks dan sebagainya.
    3. Bila ditinjau dari segi waktu yang disediakan dibedakan atas:
      1. Tes kecepatan(speed test) yaitu tes yang mengutamakan kecepatan waktu dalam mengerjakan tes atau waktu untuk mengerjakan tes sangat terbatas. Contoh jenis tes ini arithemitical reasoning,tes klerikal dan sebagainya.
      2. Tes kemampuan(power test) yaitu jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan seseoarng dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak dituntut terlalu ketat. Contoh jenis tes ini general comprehension test,tes SPM dan sebagainya.
    4. Bila ditinjau dari segi materi tes dibedakan atas
      1. Tes verbal adalah tes yang menggunakan bahasa (baik lisan mauapun tulisan). Karena itu orang yang dites harus bias membaca dan menulis.
      2. Tes non verbal adalah tes yang item-itemnya tidak terdiri dari bahasa,tetapi terdiri dari bahasa tetapi terdiri dari gambar-gambar,garis-garis dan sebagainya. Contoh jenis tes ini adalah tes CFIT.Tes SPM,tes Army Beta dan sebagainya
    5. Bila ditinjau dari segi aspek manusia yang dites dibedakan atas:
      1. Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan fisik testi contohnya: tes erobik
      2. Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan atau kemampuan mental testi contoh tes intelegensi,tes bakat dan sebagainya.
    6. Bila ditinjau dari segi aspek mental yang dites dibedakan atas:
      1. Tes kepribadian seperti tes Rorschah, wartegg dan sebagainya
      2. Tes intelegensi
      3. Tes bakat
      4. Tes prestasi belajar
    7. Bila ditinjau dari segi penciptanya
      1. Tes rorschah
      2. Tes biriet-simon
      3. Tes Wechsler
      4. Tes kraeppelin
      5. Tes kuder dan sebagainya
  2. D.    Tujuan penggunaan tes psikologis

Tujuan penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas tujuan riset dan diagnosis psikologis

  1. Tes dengan tujuan riset

Tujuan untuk keperluan ini bermacam-macam pula misalnya riset untuk penyusunan tes,riset untuk mengetahui sifat-sifat psikologis tertentu pada sekelompok individu,riset untuk pemecahan masalah social tertentu dan sebagainya.

  1. Tes dengan tujuan diagnosis psikologis

Sebagian besar dari tujuan tes adalah untuk membuat diagnosis psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan maksud-maksud tertentu pula antara lain.

  1. Diagnosis untuk seleksi
  2. Diagnosis untuk keperluan pemilihan jabatan dan pendidikan
  3. Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan konseling
  4. Diagnosis untuk keperluan terapi     E.     Keterbatasan-keterbatasan Penggunaan Tes Psikologis
    1. Ketidaktepatan Instrumen

Tes hanya terbatas dalam mengungkap aspek perilaku individu. Walaupun diperoleh suatu situasi yang baik untuk mengidentifikasi kemungkinan keberhasilan akademik tetapi tidak dapat mengetahui indikasi motivasi pribadi individu untuk sukses.

  1. Reaksi-reaksi terhadap situasi testing

Kita mungkin masih dapat mengingat individu di sekolah yang menunjukkan reaksi yang berbeda kepada tester. Hal ini dapat diketahui bagi individu yang pada saat mengerjakan tes mengalami stres dan lainnya takut dan nervous. Perbedaan individu ditinjau dari segi tanggapan emosional terhadap suatu situasi testing adalah sangat berbeda. Dari hasil tes ada yang merasakan sebagai suatu ancaman terhadap konsep-dirinya,sehingga takut dan defensive mengubah perilaku-perilakunya yang mempunyai pengaruh negative.

  1. Kondisi-kondisi fisik dari testing

Secara umum dianjurkan,agar tes itu dilaksanakan dalam ruangan yang tenang dengan penerangan yang cukup memadai, meja yang permukaannya rata, data terhindar dari kegaduhan, kebisingan atau gangguan-gangguan lainnya

F.     Prinsip-Prinsip Penggunaan Tes Psikologis

Penggunakan tes untuk proses bimbingan dan konseling hendaknya memperhatikan beberapa prisip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksud mengacu pada prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya. Prinsipi-prisip penggunakan tes dalam bimbingan dan konseling dikembangkan dari pengalaman praktik pada saat ini.

Brammer & shostrom (1982) mengemukakan beberapa prinsip penggunaan tes dalam bombingan dan konseling, diantaranya:

  1. Kaidah pertama dari penggunaan tes ialah mengetahui tes secara menyeluruh.
  2. Eksplorasi terhadap alasan individu menginginkan tes dan pengalaman individu dalam tes yang pernah diterimanya.
  3. Perlu pengaturan pertemuan interpretasi tes agar individu siap untuk menerima informasi yang benar  dan tidak menyimpang.
  4. Arti skor tes harus ditetapkan secepatnya dalam diskusi.
  5. Kerangka acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas.
  6. Hasil-hasil tes harus diberikan kepada induvidu, bukan dalam bentuk skor tapi dalam bentuk deskriptif.
  7. Hasil-hasil tes harus selalu terjebak. Cara yang digunakan untuk memulai prinsip ini ialah hasil tes harus disajikan secara tentatife.
  8. Guru pembibingan atau konselor hendaknya bersikap.
  9. Guru pembimbing atau konselor hendaknya memberikan interpretasi secara jelas dan berarti.
  10. Hasil-hasil tes harus memberikan prediksi dengan tepat.
  11. Dalam face intrepretasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari individu.
  12. Intrepretasi skor yang rendah kepada individu norma hendaknya dilakukan dengan hati-hati.Tingkat konseptual yang  tepat untuk menyusun interpresi tes dalam bentuk kata-kata adalah sangat penting jika individu mengerti hasil-hasil tes.                                        
  13. G.    Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Tes Psikologi

Keberhasilan penggunaan tes untuk tujuan bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh beberapa factor tertentu. Menurut  Bezanson & Monsebraaten ((1984). Ada beberapa factor yang mempengaruhi pelaksanaan tes yaitu:

  1. Latar belakang budaya

Faktor latar  belakang budaya individu memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan tes. Suatu tes cenderung memberikan tekanan dan keistemawaan pada aspek budaya dimana tes itu dikembangkan, karena tes biasanya menggambarkan tentang pengalaman,minat,nilai-nilai dan budaya itu sendiri.  Contoh berikut mengilustrasikan sebagian kecil pengaruh factor latar belakang budaya dalam pelaksanaan tes.

  1. Latar belakang Sosial-Ekonomi

Factor yang erat kaitannya dengan budaya adalah taraf social ekonomi testi misalnya kemiskinan keluarga dan kekurangan fasilitas pendukung dalam keluarga biasanya cenderung kurangnya bahan bacaan,alat perlengkapan belajar dan hasil teknologi serta factor lain yang berhubungan dengan cara pengisian tes. Factor-faktor tersebut tidak hanya berhubungan dengan kemampuan, tetapi juga memberikan pengaruh yang bersifat membatasi minat dan memotivasi individu.

  1. Pendidikan yang diperoleh di sekolah atau latihan formal

Banyak keterampilan yang diperlukan dalam tes kemampuan dipelajari disekolah atau melalui pelatihan misalnya perhitungan aritmatik dasar,persamaan dan perbedaan kata serta kepasihan berbahasa, semuanya dipelajari baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pendidikan yang diterima di sekolah.

  1. Persiapan Tes atau pengalaman tes

Peubah peubah persiapan atau pengalaman tes seringkali diaabaikan oleh para guru pembimbing atau konselor dan testi. Terhadap testi perlu diberikan kesempatan untuk mempraktikkan item-item yang sejenis terhadap tes yang telah dibakukan hal ini akan dapat membantu individu untuk mengerti petunjuk-petunjuk tes dan item-item tes. Suatu prasyarat untuk suatu skor minimum pada suatu tes.

  1. Kepribadian
    1. Motivasi
    2. Kecemasan
    3. Kesehatan Fisik
      1. Cacat Fisik
      2. Kesehatan pada umumnya
    4. Karakteristik Tes
      1. Tes kecepatan vs Tes kemampuan
      2. Tebakan
      3. Pola item
    5. Pelaksanaan
      1. Pelaksanaan
      2. Lingkungan (kondisi-kondisi testing)