Minggu, 30 Maret 2014
Tes Mental
Minggu, 23 Maret 2014
Tes Individu, Tes Populasi Khusus, dan Tes Minat.
Foto Up "Mata Kanan"
- di cela, di cemooh, bahkan ulat di anggap hama dan harus dibasmi
- berpuasa saat ia menjadi kepompong
- berjuang untuk terbang dan mencapai keindahannya
- bereproduksi untuk melestarikan keturunanya
Minggu, 16 Maret 2014
Konsep Dasar Test Psikologi
Konsep Dasar Instrumen Asesmen
Tes pada dasarnya adalah alat ukur atribut psikologis yang objektif atas sampel perilaku tertentu. Bagi Anda sebagai pendidik, tes merupakan salah satu instrumen asesmen yang banyak digunakan untuk menggali informasi tentang sejauh mana tingkat penguasaan kompetensi siswa terhadap kompetensi yang dipersyaratkan. Tes pada dasarnya merupakan alat ukur pembelajaran yang paling banyak digunakan dalam melakukan asesmen proses dan hasil belajar siswa dalam pengajaran klasikal.
Terdapat lima jenis atau cara pembagian tes yaitu: a) Pembagian jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan, b) Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraan, c) Pembagian jenis tes berdasarkan cara mengerjakan, d) Pembagian jenis tes berdasarkan cara penyusunan, e) Pembagian jenis tes berdasarkan bentuk jawaban.
Jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan terdiri dari Tes Seleksi, Tes Penempatan, Tes Hasil Belajar, Tes Diagnostik, dan Tes Uji Coba. Sedangkan Jenis tes berdasarkan tahapan atauwaktupenyelenggaraannya meliputi Tes Masuk (Entrance Test), Tes Formatif (Formative Test),Tes Sumatif (Summative Test), Pra-Testdan Post-Test. Secara umum, tes dapat dikerjakan secara tertulis dan secara lisan dalam bentuk tes essai maupun objektif.
FUNGSI, TARAF VALIDASI, DAN APLIKATIF TES-TES PSIKOLOGI
Secara mendasar, fungsi tes psikologi adalah untuk mengestimasi perbedaan antara individu serta reaksi-reaksi individu yang muncul pada situasi yang sama ataupun berbeda.
Awalnya tes psikologi berkembang dari asumsi untuk mengidentifikasi individu yang mengalami keterbelakangan mental, hingga sekarang penggunaannya secara klinis mencakup subjek-subjek dengan gangguan emosional yang parah maupun masalah-masalah perilaku yang lainnya. Salah satu motivasi perkembangan tes psikologi juga mendasar pada kebutuhan untuk memberikan penilaian dalam bidang pendidikan, misalnya Tes Inteligensi Binnet yang masih digunakan hingga sekarang. Selain itu, peranan lainnya adalah untuk menyeleksi dan klasifikasi sumber daya manusia yang digunakan dalam industri-industri dalam memilih karyawannya, dalam memilih personil militer, dan lain sebagainya.
Penggunaan tes psikologi dalam konseling perorangan mencakup dari aspek perencanaan pendidikan, pekerjaan, hingga pada semua aspek kehidupan yang lebih luas, misalnya kestabilan emosi, pola-pola hubungan interpersonal, pemahaman diri, pengembangan diri, hingga sarana untuk mencari solusi bagi beragam gangguan dan disfungsi psikologis seperti gangguan perilaku pada remaja, bahkan lebih luas lagi berguna dalam penelitian-penelitian dasar.
Suatu tes psikologi akan berbeda fungsinya dengan tes psikologi lainnya. Ini mengilustrasikan bahwa suatu tes psikologi disusun dengan sifat-sifat tes dan fungsi yang berbeda. Beberapa tes berfokus pada penilaian ciri-ciri atau kognitif yang berkisar mengestimasi kemampuan dan potensi pada individu hingga keterampilan sensorimotor yang spesifik.
Secara paktis, tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Dalam penyeleksian item-item soal tes juga dipertimbangkan dengan jumlah subjek yang menjadi sampel perilaku yang melewati tiap item soal tersebut. Hal ini memungkinkan ada sejumlah item tes akan dieliminasi. Mengenai seberapa besar keakuratan suatu alat tes psikologi nampaknya tidak dapat ditentukan secara pasti. Kadang-kadang dalam suatu situasi kehandalannya dapat teruji. Di sisi lainnya, pendapat-pendapat subjektif, dugaan-dugaan, dan bias-bias pribadi bias mengarah pada klaim-klaim berlebihan mengenai apa yang dicapai oleh tes tersebut. Evaluasi objektif tes-tes psikologi adalah suatu solusi untuk mengetahui validitas dan kehandalan alat tes dalam situasi-situasi khusus.
Langkah-langkah Menyusun tes
Penyusunan tes sangat besar pengaruhnya terhadap peserta yang akan mengikuti tes, untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran maka tes harus direncanakan secara cermat. Dalam perencanaan tes ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan testeryaitu :
1.Menentukan cakupan materi yang akan diukur. Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem penilaian berbasis kompetensi dasar, yaitu (1) Menulis kompetensi dasar, (2) Menulis materi pokok, (3) Menentukan indikator, dan (4) Menentukan jumlah soal.
2. Memilih Bentuk Tes. Pemilihan bentuk tes akan dapat dilakukan dengan tepat bila didasarkan pada tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
3. Menetapkan panjang Tes. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal, yaitu : bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, kehandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia.
Kriteria Tes Yang Baik
Ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas yaitu a) Valid, b) Relevan, c) Spesifik, d) Representatif, e) Seimbang, f) Sensitif , g) Fair, dan h) Praktis. Kualitas instrumen sebagai alat ukur ataupun alat pengumpul data diukur dari kemampuan alat ukur tersebut untuk dapat mengungkapkan dengan secermat mungkin fenomena-fenomena ataupun gejala yang diukur. Kualitas yang menunjuk pada tingkat keajegan, kemantapan, serta konsistensi dari data yang diperoleh itulah yang disebut dengan validitas dan reliabilitas.
Validitas alat ukur menunjukkan kualitas kesahihan suatu instrument, Alat pengumpul data dapat dikatakan valid atau sahih apabila alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur/ diingikan. Jenis-jenis validitas yang dapat dipakai sebagai kriterium, dalam menetapkan tingkat kehandalan tes, diantaranya adalah : a) Validitas Permukaan (Face Validity), b) Validitas Konsep (Construct Validity), danc)Validitas Isi (Content Validity).
Kerlinger (1986:443) mengemukakan bahwa reliabilitas dapat ukur dari tiga kriteria yaitu: (1)Stabilityyaitu kriteria yang menunjuk pada keajegan (konsistensi) hasil yang ditunjukan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. (2) Dependability yaitu kriteria yang mendasarkan diri pada kemantapan alat ukur atau seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan. (3) Predictability: Oleh karena perilaku merupakan proses yang saling berkait dan berkesinambungan, maka kriteria ini mengidealkan alat ukur yang dapat diramalkan hasilnya dan meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya.
Cara mencari koefisien reliabilitas alat ukur, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara,dimana masing-masing cara mempunyai kekurangan dan keunggulan tersendiri. Berbagai pilihan tentang cara menetapkan tingkat reliabilitas alat ukur tersebut adalah : a) Teknik Pengulangan (Test and Re Test Reliability, b). Teknik Bentuk Paralel (Alternate Form Reliability), c) Teknik belah dua (Split Half reliability). Oleh karenanya, untuk mendapatkan gambaran koefisien secara keseluruhan, koefisien antar belahan tersebut masih perlu dikoreksi dengan formula berikut ini : N r x1 x2
Reliability = 1 + r x1 x1
Dimana :
x1adalah skor dari belahan satu,
x2 adalah skor dari belahan kedua, dan
n adalah banyaknya subjek pada setiap bagian (belahan).
d) Kuder Richardson Reliability. Cara ini diberlakukan bila instrumen digunakan untuk mengukur satu gejala psikologis atau perilaku yang sama, artinya alat ukur tersebut dapat dikatakan reliabel bila terbukti ada konsistensi jawaban antaritem yang satu dengan item yang lain. e) Cronbach Alpha Reliability. Cara ini juga dikembangkan untuk menguji konsistensi internal dari suatu alat ukur.Perbedaan pokok denganModel Kuder Richardson adalah bahwa teknik ini tidak hanya untuk instrumen dengan dua pilihan tetapi tidak terikat pada dua pilihan saja, sehingga penerapannya lebih luas, misalnya untuk menguji reliabilitas skala pengukuran sikap dengan 3, 5 atau 7 pilihan.
Macam-Macam tes Psikologis
Berdasarkan aspek mental dan psikologis yang diungkap, maka secara garis besar tes psikologis dibagi menjadi dua macam berdasarkan sasaran yang hendak dicapai, yaitu:
1. Mengungkap aspek kognitif (intelegensi)
Tes Binnet
Tes Wechsler (Wechsler Adult Intelligence Scale, Wechsler Intelligence Scale for Children, Wechsler Preschool and Primary Scale for Intelligence)
Tes Raven (Standard Progressive Matrices, Coloured Progressive Matrices, Advanced Progressive Matrices)
TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia)
2. Mengungkap aspek kepribadian
a. Teknik Non-Proyektif (Objektif)
EPPS (Edwards Personal Preference Schedule)
MMPI (Minessota Multiphasic Personality Inventory)
16 PF
CAQ (Clinical Analysis Questionnaire)
b. Teknik Proyektif
TAT (Thematic Apperception Test)
Tes Grafis
Tes Wartegg
SSCT (Sack Sentence Completion Test)
Tes Szhondi (sarana proyeksinya foto)
Tes Rorschach (salah satu tes bercak tinta)
Tes Kepribadian Laporan diri
Tes kepribadian adalah instrumen untuk mengukur ciri-ciri emosi, motivasi, antarpribadi, dan sikap, yang dibedakan dari kemampuan. Dalam perkembangan tes kepribadian, berbagai pendekatan yang digunakan dewasa ini antara lain berdasarkan pada relevansi isi, pemasukan kriteria empiris, analisis faktor, dan teori kepribadian. Pendekatan tersebut saling melengkapi satu sama lain. Dalam pratek sesungguhnya, inventori saat ini menggunakan dua atau lebih prosedur laporan diri ini.
Sumber: http://aswendo2dwitantyanov.wordpress.com/2012/05/15/tes-tes-berbasis-psikologi/
Minggu, 09 Maret 2014
psikodiagnostik dan psikologi diferensial
Psikologi Psikodiagnostik
Psikotes : prosedur standar untuk mengukur sampel perilaku dan menguraikannya berdasarkan kategori, hasilnya digunakan untuk mendiagnosa dan memprediksi berdasarkan norma yang berlaku.
Diagnose : kemampuan menggambarkan kondisi subyek yang diperiksa.
Prediksi : memberikan estimasi performance.
PSIKOLOGI DIFERENSIAL
Psi. diferensial : psi. yang mempelajari perbedaan didalam fungsi psi. individu.
PSI. DIFERENSIAL DILATAR BELAKANGI OLEH :
- Gejala psikis : hanya dapat diketahui oleh individu yang bersangkutan.
- Gejala Fisik : selain individu dapat diamati oleh orang lain (ekspresi wajah).
2. AKT : serangkaian gejala yang mempunyai kesatuan dan mempunyai tujuan, serta berlangsung didalam kurun waktu tertentu.
- Ada masa awal dan akhir
- Akt member segala arah
Akt fisik : berjalan ke ……………………
Akt psikis : memikirkan pemecahan masalah.
3. DIPOSISI : adalah penyebab dari akt & gejala, waktu berlangsung tidak terbatas.
Contoh : tempramen, sifat, bakat, kemampuan
Psikis : kepekaan perasaan
Fisik : pencemaran buruk
Netral : kemampuan menyesuaikan diri
ORGANISASI
EKSPERIMEN
- Natural setting/alamiah
- Simulated Setting/Tiruan
- Laboratorium
Ditinjau dari aspek yang diobservasi/diamati:
- Event Sampling : yang diamati hanya beberapa aspek tingkah laku pada saat tertentu.
- Time Sampling : yang dicatat dan diamati adalah apa saja yang dilakukan individu pada waktu tertentu.
Klasifikasi Metode Observasi
· Non partisipan
· Partisipan
· Situasi eksperimen
· Berdasarkan atas siapa yang menjawab/mengisi
- Langsung
- Tidak langsung
· Berdasarkan bentuk
- Terbuka
- Tertutup
· Berdasarkan factor/aspek yang diukur
- Umum
- Khusus
Kebaikan :
· Biaya relative murah
· Waktu lebih singkat
· Dapat dilakukan pd subjek dg jumlah
besar
· Mudah digunakan dan dilaksanakan
· Tidak mudah merumuskan terlebih dahulu
masalah yang ingin diteliti
· Bahasa mudah dipahami, tidak selalu
mempunyai arti yang sama
· Akurasi data kurang, bila mendapatkan
informasi terlebih dahulu
- Pendekatan Kualitatif : kelebihan: kepekaan memahami gejala psikologi penyesuaian teori lebih komprehensif, profesi onalitas meningkat, polivalensi (memberikan banyak kemungkinan). Kelemahan: kurang efesien & subyektif.
- Pendekatan Kuantitatif : kelebihan: obyektif & efesien. kelemahan: - mengabaikan dinamika, - hanya mepersoalkan benar/salah, -monovalensi (mengenal 1 kemungkinan).
2. Di tahun 1961 Lewis Madison Terman mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak, sedangkan H.H Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
3. V.A.C. Henmon, salah seorang diantara penyusun Tes Inteligensi Kelompok Henmon – Nelson, mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua macam faktor, yaitu (a) kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, dan (b) pengetahuan yang telah diperoleh (Wilson, dkk., 1974, dalam Azwar, 1996). Definisi ini agak bersesuaian maksudnya dengan definisi yang pernah diusulkan oleh Baldwin di tahun 1901 yang mengatakan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami (Wechsler, 1958, dalam Azwar, 1996).
4. Edward Lee Thorndike (1913), seorang tokoh psikologi fungsionalisme yang hidup antara tahun 1874-1949, mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta (Wilson, dkk., 1974, dalam Azwar, 1996).
5. Di tahun 1941, George D. Stoddard menyebut inteligensi sebagai bentuk memampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan (a) mengandung kesukaran, (b) kompleks, yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus dapat diatasi dengan baik dalam arti bahwa individu yang inteligen mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah, (c) abstrak, yaitu mengandung simbol-simbol yang memerlukan analisis dan interpretasi, (d) ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang efisien dari segi penggunaan waktu, (e) diarahkan pada suatu tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan mengikuti suatu arah atau target yang jelas, (f) mempunyai niali sosial, yaitu cara dan hasil pemecahan masalah dapat diterima oleh nilai dan norma sosial, dan (g) berasal dari sumbernya, yaitu pola fikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain.
6. David Wechsler, pencipta skala-skala inteligensi Wechsler yang sangat popular sampai waktu ini, mendefinisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler, 1958; Bernard, 1965, dalam Azwar, 1996).
7. Walter dan Gardner pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu. Kemudian Flynn mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.
8. Sternberg dan Berg dalam sajian suatu reviu terhadap definisi inteligensi dengan membandingkan atribut yang terdapat dalam berbagai definisi inteligensi yang pernah dihimpun pada tahun 1921 dan tahun 1986, dalam definisi berselang lebih dari enam dekade itu tampak bahwa sekalipun rumusan definisi inteligensi itu mengalami berbagai perubahan dari waktu ke waktu akan tetapi sejak dulu tidak pernah mengurangi penekanan pada aspek kognitifnya. Istilah yang digunakan mungkin berbeda namun tetap mengacu pada makna kognitif.
1. Thurstone
a. Faktor ingatan, kemampuan untuk mengingat, memory, diberi lambang huruf M