Jumat, 09 Mei 2014

tes kepribadian: inventory dan proyektif

Inventori kepribadian merupakan inventori yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur struktur dan segi-segi dari kepribadian, atau karakteristik dari cara berpikir, merasa, dan bertindak (Segal & Coolidge, dalam Drummond & Jones, 2010). Dengan kata lain inventori kepribadian atau asesmen kepribadian atau tes kepribadian merupakan tes/inventori/asesmen yang menggambarkan karekteristik individu, dengan tujuan agar individu dapat mengenal dan memahami dirinya sendiri dengan gambaran atau penjelasan yang objektif dan terukur.

Beberapa masalah dalam Tes inventory kepribadian :
1.      Definisi kepribadian yang sedemikian banyak, sehingga seleksi yang tepat dari macam-macam definisi kepribadian perlu mendasari pemakaian tes inventori.
2.      Ter inventori tidak bersifat culture free.
3.      Bila tes inventori keprobadian terlalu sensitif terhadap perubahan, maka sulit memperoleh reliabilitas yang tinggi.

Adapun kelemahan tes inventori kepribadian adalah sebagai berikut:
1.      Aitemnya ambigu dan perintah tidak jelas
2.      Subjek ingin menunjukkan kesan tertentu kepada penguji
3.      Kesukaran semantik, penafsiran yang berbeda
4.      Sikap subjek yang tidak kooperatif
5.      Faking/ tidak jujur
6.      Acquiscence, bila aitem yang dibuat lebih mengara ke jawaban-jawaban tertentu. Sehingga, tester perlu memahami tes yang hendak digunakan dengan baik untuk menyajikan tes yang tepat.

macam macam tes inventori kepribadian: 
1. MMPI (minnesota Personality Inventory)
2. CPI (california Psychological Inventory)
3. PIC (Personality Inventory for Children)
4. MCMI (Millon Clinical Multiaxial Inventory)
5. 16 PF (sixteen Personality Factor Questionnaire)
6. EPPS (Edward Perssonal Preference Schedule)
7. PRF (Personality Research Form)
8. Jackson Personality Inventory

Teknik proyektif yaitu teknik asesmen yang berusaha mempelajari kepribadian melalui penggunaan stimulus, tugas, atau situasi yang relatif tidak terstruktur.Disebut poyektif karena teknik ini memungkinkan individu untuk dapat memproyeksikan motivasi dalam dirinya terhadap alat tes yang diberikan.Selain membuat gambar, tes proyektif juga mencakup bercerita, melengkapi kaimat, atau melakukan asosiasi kata (Friedman & Schustack, 2008).Teknik proyektif terbukti mampu memberikan hasil dengan hipotesis yang lengkap, namun sebagian besarteknik inikurang diminati, serta tidak mendapat persetujuan dan dukungan dari para praktisi yang berorientasi psikometri.Tes proyektif mendapat dukungan yang luas dari para pendukung teori psikoanalisis karena teknik ini berusaha untuk menangkap motivasi tidak sadar yang dimiliki oleh individu.

Salah satu teknik proyektif yang kontroversi, sering dipertanyakan, dan sekaligus paling banyak digunakan adalah tes Rorschach.Tes Rorschach merupakan tes proyektif berupa 10 percikan tinta pada kertas yang dibuat oleh seorang psikiater asal Swiss bernama Hermann Rorschach. 10 percikan tinta itu terdiri dari 5 percikan berwarna hitam dan abu-abu, 2 berwarna hitam, abu-abu, dan merah, serta 3 lainnya merupakan campuran dari beberapa warna pastel (Kaplan, 2009). Rorschach menunjukkan satu persatu kartu tersebut kepada pasien dan meminta pasien untuk memberikan deskripsi mengenai apa yang mereka lihat dalam percikan tinta tersebut. Tes ini memiliki keterbatasan yang sama dengan tes proyektif lainnya, yaitu dalam pemberian skor. Interpretasi yang diberikan satu tester bisa berbeda dengan yang diberikan oleh tester lain dalam kesempatan tes yang berbeda, hal ini yang menyebankan skor reliabilitas tes Rorschach menjadi rendah. Meskipun usaha untuk melakukan standarisasi terhadap pemberian skor telah dilakukan, namun masih banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tes ini tidak memiliki validitas yang baik, meskipun begitu, sampai saat ini tes Rorschach masih tetap banyak dimanfaatkan terutama dalam seting klinis (Exner, 1986 & Peterson, 1978, dalam Kaplan 2009).
Tes proyektif lain yang juga sering digunakan yaitu TAT (Thematic Apperception Test) yang dikembangkan pada tahun 1935 oleh Christina Morgan dan Henry Murray dari Harvard University. Kaplan (2009) menjelaskan beberapa perbedaan tes ini dengan Rorschach dalam tabel berikut, 

RORSCHACH
TAT
Ditolak oleh komunitas ilmiah
Diterima dengan baik oleh komunitas ilmiah
Tidak berdasar teori apapun
Berdasarkan teori kebutuhan Murray (1938)
Terlalu banyak diklaim
Tidak banyak diklaim
Diakui sebagai instrumen diagnostik
Tidak diakui sebagai instrumen diagnostik
Banyak digunakan dalam seting klinis
Digunakan dalam seting klinis dan non klinis

 


Tes TAT lebih terstruktur dan tidak seambigu tes Rorschach. TAT terdiri dari serangkaian foto/gambar yang menggambarkan beberapa adegan. Dalam TAT testee diminta untuk membuat sebuah cerita tentang gambar yang ditunjukkan, termasuk perkiraan mengenai apa yang akan terjadi kemudian.

Penting untuk diperhatikan bahwa tes proyektif, seperti halnya semua tes kepribadian, membuat asumsi mengenai hakikat dari kepribadian dan perilaku. Tes proyektif mengasumsikan adanya pola dasar di dalam diri seseorang, dan pola ini muncul dalam cara individu merespon stimulus yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar